Hmm, kali ini gue mau cerita yang lebih serius yaa jadi bagi pembaca(kalaupun ada) mohon pasang mimik yang berlawan setelah ini
Akan ada masanya ketika kita akan kehilangan sesuatu atau seseorang yang kita sayangi. Wajar kan jika ada yang mengatakan “tak ada yang abadi.”
Pernahkah kamu berpikir bahwa kamu akan kehilangan orang tua, saudara, sahabat atau bahkan diri sendiri. Bukan hanya kematian yang membuat kehilangan, keadaan lain pun bisa melakukan hal yang sama.
Pernahkah kamu mendengar
“Janganlah mencintai seseorang secara berlebihan karena suatu saat seseorang yang Anda cintai akan berbalik membenci Anda, begitu juga sebaliknya. Jangan membenci seseorang secara berlebihan karena suatu saat seseorang itu akan berbalik menjadi orang yang Anda sayangi”
Atau istilah
“jangalah melakukan segala sesuatu secara berlebihan.”
Dalam lingkup apapun, semua kutipan itu benar adanya.
Pernahkah kamu merasakan ketika tidak ada lagi yang bisa kamu percayai. Tidak ada tumpuan untuk berdiri dalam suatu lingkup keadaan di mana kamu membutuhkan seseorang. Ketika kamu bicara tak didengar, disalahkan dan ditinggalkan. Tambah lagi menghadapi pernyataan-pernyataan bodoh mereka yang tak lagi memihak Huft.. lucu saja jika kamu masih bertahan.
Setiap orang memang tidak akan pernah sepemahaman. Lalu, apa yang harus dilakukan?
Tidak ada tindakan lain, selain meninggalkan!
Haaa.. memang sudah banyak yang aku tinggalkan. Tak jarang jika terlihat sendiri haha
Mungkin dari pernyataan itu akan terpikirkan aku seorang lonely, memang. Tak ada salahnyakan?
Banyak yang bertanya kenapa aku selalu sendiri. Tak bisa dipungkiri kalau kesendirianlah yang akan menjadi pilihan, kesendirian yang lebih setia menemani, berbicara dan memelas sendiri. Kesendirian lebih mendengarkan dan mengerti kamu.
Terang saja mereka tidaklah selamanya akan sepemikiran denganmu, lambat laun kamu akan kehilangan dan semua yang pernah terjadi hanyalah hiasan belaka yang pada dasarnya tak pernah indah, dan yang sedang terjadi pun hanyalah mulut manis pelepas rasa bahwa kita satu, atau bagiku “pernah bersatu”.
Dari awal aku memang sudah salah menambatkan rasa. Hingga akan ada baik burukmu dan baik burukku yang tidak bisa kita terima satu sama lain. Hingga sampai masa ketika tak ada rasa percaya.
Terus terang, dahulu sama sekali tak ada yang aku sembunyikan. Tapi, yaa.. ini yang membuatku benci. Keadaan merenggutmu dan memisahkan kesepakatan-kesepakatan yang biasanya sering terjadi.
Memang beda untuk saat ini. Aku lebih memilih diam. Apa gunanya bercerita jika hanya mendapatkan empati yang tak membantu atau bahkan sanggahan mereka yang tak melayakkan kamu sebagai seseorang yang seharusnya mereka layakkan terlebih dahulu. Atau yang lebih sering terjadi, aku diam karena suatu hal seperti kutipan yang sering aku dengar dari seseorang, yaitu “Bagaimana aku menjelaskan segalanya kepadamu jika segala sesuatu itu tentangmu?” jauh setelah aku sesali, ini semua seperti basa basi.
*semoga banyak yang tidak memahi cerita di atas*
2 komentar:
bersikap terbuka merupakan hal yang wajar saja kalo menurut saya
benar si, tapi mencoba memulai untuk orang yang introvert adalah hal yang cukup rumit.
Posting Komentar